Rabu, 23 Februari 2011

Indonesia itu Bangsa Pekerja Keras

Indonesia adalah bangsa yang suka bekerja keras. Saking sukanya bekerja keras, banyak yang akhirnya memilih bekerja ke luar negeri sebagai TKI, baik sebagai tenaga ahli maupun yang bermodal nekat (non-skill) bahkan tidak jarang menggunakan jalur ilegal.

Semuanya karena tawaran penghasilan yang lebih besar dan menggiurkan. Selain besar, peluang bekerja di luar negeri juga cukup mudah, meskipun hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Namun, sayang tidak semua dari mereka berhasil sebagai TKI, malah banyak yang pulang hanya tinggal nama dan menyisakan kesedihan bagi keluarga di tanah air.

Tidak, kita tidak sedang membicarakan tentang nasib tragis para TKW. Tapi kita coba menginsyafi sifat kerja keras yang ada dalam jiwa setiap anak bangsa. Mereka juga tidak bekerja di luar negeri. Penghasilan mereka pun masih dalam bentuk rupiah. Bukan dolar, apalagi real. Tapi yang pasti mereka memiliki sifat pekerja keras yang bisa kita teladani.

Sarimah
Salah satunya adalah Sarimah (61). Di usianya yang senja, ia hidup sendirian. Anaknya cuma satu yang tinggal di Palembang. Selebihnya jauh merantau. Sekali dalam sebulan anaknya datang mengantarkan sedikit uang untuk membayar listrik dan keperluan lain. Sehari-hari, untuk menutupi kebutuhan makannya, ia berkeliling menjual sayuran. ”Sejak suami meninggal, aku tinggal di rumah sendirian. Dari jualan sayur itu, saya masih bisa menabung. Andai tidak ada yang berhutang hari itu, mungkin penghasilanku bisa 15 – 20 ribu”, ungkapnya.

Dari uang itulah yang bisa ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Setiap hari ia menjajakan dagangannya dari lorong ke lorong, sejak pukul 7 pagi hingga pukul 10. ”Aku hanya tak ingin merepotkan anak-anakku. Karena mereka sendiri sudah repot dengan kehidupannya masing-masing. Selagi aku bisa menghidupi diriku sendiri, maka aku akan berusaha. Tidak tahu apakah untung atau rugi, tapi yang pasti kalau makan mau bersayur atau berlauk, tidak harus keluar uang lagi. Itu kalau jualannya tidak habis hari itu”. Memang, kadang-kadang jualanan si ibu tidak habis, kadang pula sakit tua tiba-tiba datang, sehingga membuat dia yang lemah pun bertambah lemah. 


Nurbaiti
Ada juga ibu Nurbaiti (46) yang masih setia menjalani hidup sebagai penjual mainan dan makanan anak-anak lebih dari 10 tahun lamanya. Ia berusaha sendiri untuk menghidupi ketiga anaknya setelah suaminya meninggal. Tiap paginya, ia harus mendorong gerobak barang dagangan hingga ke satu SD ditemani anaknya yang sekarang duduk di kelas 6. Berjualan mainan, menunggu anak-anak sekolah membeli dan pulang jam 12-an. Pulang ke rumah hanya untuk shalat dan makan. Setelah itu berlanjut untuk bantu-bantu di rumah orang;  mencuci, setrika pakaian dan lain-lain. 

”Awal jualan hanya ikut mertua, dan tidak terasa sudah 10 tahun saya menjalaninya. Alhamdulillah, ditambah mengambil upahan, saya bisa menghidupi keluarga, tanpa almarhum suami,” ujarnya tegar. Ia mengaku terinspirasi dari kehidupan mertuanya, yang mempu menghidupi ketiga anaknya (iparnya) sampai berhasil, hanya dari jualan mainan. Cita-citanya, tiga orang anaknya bisa berhasil dalam hidupnya. 

Tapsiah
Yang lainnya, ada Tapsiah (43). Ia masih merasa beruntung bisa menekuni pekerjaan sebagai penjahit sarung bantal. Dari pekerjaannya ini, ia bisa menghidupi sembilan orang anaknya dengan dibantu suaminya. Selain harus membuat sarung bantal tiap harinya, ibu Tapsiah juga masih harus menjaga anak bayinya yang masih berusia enam bulan. Tidak hanya menjahit pesanan, tetapi juga untuk dijual sendiri. 

“Kami dak nak neko-neko, alhamdulillah anak-anak juga begitu.”  Dan berharap anak-anaknya bisa hidup layak. ”Anak kami memang banyak. Dan kami yakin itu adalah rizki yang Allah berikan kepada kami. 
Sesekali memang ada yang bertanya, ’Banyak amat anakmu, emang sanggup memelihara semuanya?’ Saya Cuma tersenyum, ’Ya. Yakin saja’, ”tuturnya. Dan katanya, biasanya mereka langsung diam, tidak melanjutkan omongan. Tidak tahu, apakah mereka mengerti dengan jawabannya atau tidak. ”Toh, saya yang menjalani bukan mereka”, ujarnya tersenyum.

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda