Kamis, 24 Februari 2011

Mengapa saya memilih PKS?

Google.com
Tidak banyak yang tahu, bahwa saya telah memilih PKS, jauh sebelum saya sendiri tahu apa itu PKS.

Begini ceritanya.

Pemilu tahun 1997, saya masih berumur 15 tahun. Baru kelas 1 SMA. Sudah pasti dengan umur segitu, saya belum mempunyai hak suara. Namun, saya antusias datang dan melihat kesibukan yang berlangsung di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Seru juga melihat acara pemungutan tersebut. Terbetik dalam hati, alangkah hebat bila saya bisa merasakan masuk ke dalam bilik suara dan dengan gagah ikut mencoblos serta memasukkannya ke kotak suara.

Dasar nasib, aksi reformasi meledak di tahun 1998 yang diikuti kerusuhan sosial di beberapa kota besar. Tapi tidak termasuk di tempat kelahiran saya, Sekayu -- sekitar 124 km Utara kota Palembang. Presiden Soeharto yang telah memimpin selama 32 tahun, dipaksa lengser dari tahtanya. Pemilu legislatif segera digelar di tahun 2009. Dan kali ini karena sudah masuk umur 17 tahun, saya pun ikut berpartisipasi dengan gembira.

Di hari pencoblosan, dengan sumringah nan jantan, saya melenggang ke bilik suara, mencoblos, memasukkan kertas ke kotak suara dan momen yang paling saya tunggu dan baru kali ini terjadi, mencelupkan jari ke tinta. Bila yang lain, malu-malu sekedar mencolek tinta yang ada di tutup botol. Saya malah mencelup jari tengah langsung di botolnya hingga setengahnya! Alasannya sekedar lucu-lucuan saja, nanti bila ada yang bertanya mana bukti hasil mencoblos, dengan gaya rocker akan saya ancungkan jari tengah ke mukanya, nihhh! (Terinspirasi salah satu adegan film Mr Bean dulu..)

Oh ya sampai lupa, ngemeng-ngemeng waktu itu saya memilih tiga jenis gambar partai yang berbeda, untuk setiap tingkatnya. Tapi saya tidak ingat, mana yang Pusat, Provinsi, atau yang Kabupaten. Tapi ketiga partai yang saya pilih itu PKNU, PBB dan tentu saja Partai Keadilan (PK). Alasannya? Karena semuanya Islam, itu saja. Tapi sayang, suara saya tidak mampu menyelamatkan PK dari perangkap Electoral Treshold (ET). Dan PK harus bersalin-rupa menjadi PK Sejahtera.

Nah, pemilu tahun 2004 saya duduk di bangku kuliah. Mulai berinteraksi dengan anak-anak Mushala yang dikenal dengan sebutan ikhwan-akhwat. Kali ini saya mantap dalam memilih PKS, karena jargon waktu itu yang dibawa begitu mengena dan semangat keislaman saya masih begitu kental, Bersih dan Peduli. Belum lagi kisah-kisah heroik para anggota dewan yang berasal dari PK di penjuru nusantara dalam membongkar korupsi. Saya pun ikut direct selling membantu sosialisasi caleg dari PK.

Tahun 2009, saya tetap memilih PKS walaupun sudah tidak terlibat seaktif dahulu. Alasan saya tetap memilih PKS, karena tidak ada partai lain yang labih baik darinya. Bukan berarti PKS tidak ada cacatnya. Tapi memilih yang terbaik di antara yang buruk, begitu istilah saya. Mereka bukanlah partai yang berisikan malaikat. Mereka tentu ada kelirunya dalam ijtihad politik. Dan bagi saya itu wajar-wajar saja. Alasan kedua, karena beberapa kawan kuliah saya dahulu, sudah ada yang terjun sebagai calon anggota legislatif. Dan saya berkewajiban memuluskan langkah mereka masuk ke gedung dewan. Tapi sekali lagi, sumbangan satu suara saya dan istri, ternyata tidak cukup membantu langkah mereka.

PKS, dengan kondisimu sekarang, tetap saya tunggu gebrakan mu dalam menuntaskan korupsi yang telah kronis di negri ini. Rindu hati ini melihat keheroikan para alegnya dalam menyuarakan semangat anti korupsi. (*)

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda